Ada banyak tokoh yang dijadikan kandidat untuk calon presiden (capres)
pada Pemilu 2014. Ada yang mengikuti konvensi partai, ada pula yang
berasal dari konvensi rakyat. Beberapa kandidat itu hadir dalam debat
capres yang digelar Dewan Guru Besar Universitas Indonesia, Jum’at
(07/3). Tampak hadir para kandidat capres Anies Baswedan, Gita Wirjawan,
Ali Masykur Musa, Rizal Ramli, Yusril Ihza Mahendra, dan Isran Noor.
Menarik untuk melihat pandangan para kandidat capres tentang hukum. Termasuk bagian mana dari penegakan hukum yang penting dikedepankan.
Yusril Ihza Mahendra melihat persoalan yang dihadapi Indonesia secara
umum meliputi dua bidang yaitu hukum dan ekonomi. Walau Indonesia
menyimpan banyak potensi besar, namun karena kesalahan sistem dan
manajemen, kesejahteraan tidak terwujud secara optimal. Oleh karenanya
jika terpilih menjadi Presiden, pertama kali yang akan dilakukan Yusril
adalah fokus membenahi kedua bidang itu.
Setelah membentuk sistem hukum yang benar dan membenahi kinerja aparat
penegak hukum, Yusril melanjutkan, maka dilanjutkan dengan menerapkan
kebijakan. Namun, pembenahan itu baru dapat dilakukan jika pemerintahan
dipimpin orang yang berjiwa negarawan dan mampu bekerja profesional.
Berdasarkan pengalamannya sebagai Menteri, Yusril mengatakan acapkali
gagasan perbaikan hukum mentok di tangan Presiden. “Presiden dapat
memberi arahan kepada aparat penegak hukum seperti Kepolisian dan
Kejaksaan. Penegakan hukum berkaitan dengan aparat penegak hukum,”
katanya.
Gita Wirjawan mengatakan penegakan hukum berperan untuk menghadirkan
kesejahteraan rakyat. Penegakan hukum menjadi salah satu agenda penting
yang bakal dijalankan jika mantan Menteri Perdagangan (Mendag) itu
terpilih menjadi Presiden. Untuk mewujudkan hal itu Gita berjanji bakal
menambah jumlah penyidik KPK. Jumlah penyidik KPK dia anggap masih
kurang, belum sebanding dengan beban kasus korupsi yang ditangani.
“Kalau saya jadi Presiden, saya akan buka kantor KPK di setiap
provinsi,” ujarnya.
Sedangkan Isran Noor berpendapat sistem hukum yang buruk berpotensi
membuat orang melakukan pelanggaran. Sayangnya, saat ini pemerintah
melakukan pembiaran sehingga tidak ada perbaikan dalam sistem hukum yang
ada. Ke depan, dibutuhkan pemimpin yang mampu mengintervensi sistem
hukum itu agar berjalan ke arah yang lebih baik. Bagi Isran, Presiden
dapat melakukan hal itu. “Yang tidak boleh itu mengintervensi proses
hukum yang berjalan,” ucapnya.
Soal penegakan hukum yang ada di Indonesia saat ini, Anies Baswedan
merasa prihatin. Baginya, persoalan itu bukan hanya disebabkan oleh
kesalahan pemerintah saja, tapi berbagai pihak. Untuk itu perlu
terobosan untuk membenahi hal tersebut. Misalnya, mengembalikan
kepercayaan diri aparat penegak hukum baik yang ada di Kepolisian dan
Kejaksaan.
Namun Anies menekankan Indonesia butuh pemimpin yang berani untuk
menghadirkan terobosan itu. Sehingga dapat mengeksekusi
pembenahan-pembenahan yang perlu dilakukan di Kepolisian dan Kejaksaan.
Selain itu dibutuhkan kebijakan untuk memberikan insentif kepada
orang-orang yang patuh hukum. Sebaliknya, untuk pelanggar hukum perlu
diberikan disinsentif.
Untuk menunjang kebijakan itu Anies membutuhkan kartu identitas tunggal
yang ditambah informasi tentang catatan kriminal. Dengan begitu maka
aparat berwenang dapat mudah melihat catatan kriminal seseorang guna
memutuskan apakah yang bersangkutan bisa diberi insentif atau tidak.
Insentif dapat berbentuk berbagai hal, antara lain kemudahan mengakses
kredit. “Jadi orang yang taat aturan hukum akan mendapat insentif.
Adanya sistem catatan kriminal itu berperan membentuk masyarakat yang
taat hukum,” pungkasnya.
No comments:
Post a Comment