Saturday, 8 March 2014

Hukum di Mata Kandidat Capres

Ada banyak tokoh yang dijadikan kandidat untuk calon presiden (capres) pada Pemilu 2014. Ada yang mengikuti konvensi partai, ada pula yang berasal dari konvensi rakyat. Beberapa kandidat itu hadir dalam debat capres yang digelar Dewan Guru Besar Universitas Indonesia, Jum’at (07/3). Tampak hadir para kandidat capres Anies Baswedan, Gita Wirjawan, Ali Masykur Musa, Rizal Ramli, Yusril Ihza Mahendra, dan Isran Noor.

Menarik untuk melihat pandangan para kandidat capres tentang hukum. Termasuk bagian mana dari penegakan hukum yang penting dikedepankan.

Yusril Ihza Mahendra melihat persoalan yang dihadapi Indonesia secara umum meliputi dua bidang yaitu hukum dan ekonomi. Walau Indonesia menyimpan banyak potensi besar, namun karena kesalahan sistem dan manajemen, kesejahteraan tidak terwujud secara optimal. Oleh karenanya jika terpilih menjadi Presiden, pertama kali yang akan dilakukan Yusril adalah fokus membenahi kedua bidang itu.

Setelah membentuk sistem hukum yang benar dan membenahi kinerja aparat penegak hukum, Yusril melanjutkan, maka dilanjutkan dengan menerapkan kebijakan. Namun, pembenahan itu baru dapat dilakukan jika pemerintahan dipimpin orang yang berjiwa negarawan dan mampu bekerja profesional. Berdasarkan pengalamannya sebagai Menteri, Yusril mengatakan acapkali gagasan perbaikan hukum mentok di tangan Presiden. “Presiden dapat memberi arahan kepada aparat penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan. Penegakan hukum berkaitan dengan aparat penegak hukum,” katanya.

Gita Wirjawan mengatakan penegakan hukum berperan untuk menghadirkan kesejahteraan rakyat. Penegakan hukum menjadi salah satu agenda penting yang bakal dijalankan jika mantan Menteri Perdagangan (Mendag) itu terpilih menjadi Presiden. Untuk mewujudkan hal itu Gita berjanji bakal menambah jumlah penyidik KPK. Jumlah penyidik KPK dia anggap masih kurang, belum sebanding dengan beban kasus korupsi yang ditangani. “Kalau saya jadi Presiden, saya akan buka kantor KPK di setiap provinsi,” ujarnya.

Sedangkan Isran Noor berpendapat sistem hukum yang buruk berpotensi membuat orang melakukan pelanggaran. Sayangnya, saat ini pemerintah melakukan pembiaran sehingga tidak ada perbaikan dalam sistem hukum yang ada. Ke depan, dibutuhkan pemimpin yang mampu mengintervensi sistem hukum itu agar berjalan ke arah yang lebih baik. Bagi Isran, Presiden dapat melakukan hal itu. “Yang tidak boleh itu mengintervensi proses hukum yang berjalan,” ucapnya.

Soal penegakan hukum yang ada di Indonesia saat ini, Anies Baswedan merasa prihatin. Baginya, persoalan itu bukan hanya disebabkan oleh kesalahan pemerintah saja, tapi berbagai pihak. Untuk itu perlu terobosan untuk membenahi hal tersebut. Misalnya, mengembalikan kepercayaan diri aparat penegak hukum baik yang ada di Kepolisian dan Kejaksaan.

Namun Anies menekankan Indonesia butuh pemimpin yang berani untuk menghadirkan terobosan itu. Sehingga dapat mengeksekusi pembenahan-pembenahan yang perlu dilakukan di Kepolisian dan Kejaksaan. Selain itu dibutuhkan kebijakan untuk memberikan insentif kepada orang-orang yang patuh hukum. Sebaliknya, untuk pelanggar hukum perlu diberikan disinsentif.

Untuk menunjang kebijakan itu Anies membutuhkan kartu identitas tunggal yang ditambah informasi tentang catatan kriminal. Dengan begitu maka aparat berwenang dapat mudah melihat catatan kriminal seseorang guna memutuskan apakah yang bersangkutan bisa diberi insentif atau tidak. Insentif dapat berbentuk berbagai hal, antara lain kemudahan mengakses kredit. “Jadi orang yang taat aturan hukum akan mendapat insentif. Adanya sistem catatan kriminal itu berperan membentuk masyarakat yang taat hukum,” pungkasnya.

No comments:

Post a Comment